Blog Archive

Sunday, December 21, 2008

Modifikasi Murah Mobil Penyandang Cacat


Mobil bertransmisi otomatis punya harga yang lebih tinggi ketimbang mobil dengan transmisi manual. Buat para penyandang cacat yang punya budget terbatas, hal ini tentu menjadi masalah. Pasalnya, moda transportasi di Indonesia belum sepenuhnya memberikan kemudahan buat mereka.

Namun hal ini justru yang membuat Udin Komarudin Riadi menelurkan kreasi modifikasi yang sederhana tapi sangat aplikatif dengan biaya sangat murah. Udin merancang sistem pemindah tingkat percepatan, rem dan gas untuk berakselerasi tanpa harus menggunakan kaki pada mobil bertransmisi manual.

Rancangan Udin ini dibuat karena ia ingin bisa ‘jalan-jalan’ tanpa harus tergantung pada orang lain. Toyota Corolla keluaran 1978 dimodifikasi hingga bisa dikemudikannya, sama sekali tanpa melibatkan kedua kakinya yang memang tidak bisa ia gerakkan.

Sebuah besi cor biasa dilas agar bisa terhubung dengan pedal rem. Jika ingin melakukan pengereman, cukup mendorong tongkat tersebut dengan tangan kiri.

Untuk fungsi pedal kopling dan gas, dibuat menyatu dalam satu tongkat. Tongkat untuk mengakomodasi dua pedal itu dibuat zig zag seperti logo PLN (tongkat warana merah muda dalam foto). Sisi horizontalnya diklem di bawah roda kemudi. Udin cukup mendorongnya ke depan dengan tangan kanan jika ingin menekan pedal kopling. Fungsi gas menggunakan handle rem sepeda. Jika ingin menambah kecepatan, tinggal tekan handle sepeda tadi layaknya nge-gas sebuah jetski.

“Ongkos pengerjaan sistem ini Rp 400 ribu. Saya yang merancang dan tukang las di daerah Mayestik (Jakarta Selatan) tinggal melakukan apa yang saya bilang,” ujar Udin.

Test drive
Vivanews sempat mencoba Toyota Corolla milik Udin ini berputar-putar di halaman Yayasan Pemeliharaan Anak Cacat (YPAC) di kawasan Hang Lekir, Jakarta Selatan. Cukup mudah untuk menjalankan kendaraan yang dibeli Udin seharga Rp 13 juta itu. Dorong tongkat warna merah muda (kopling) ke depan dengan tangan kanan, masukkan tongkat perseneling ke gigi 1 dengan tangan kiri. Perlahan tarik tongkat kopling ke belakang sambil menekan handle sepeda untuk nge-gas dengan jari telunjuk dan jalanlah sang mobil.

Namun problem muncul saat hendak melakukan pengereman. Kikuk rasanya mendorong tongkat kopling sambil menekan tongkat rem di saat bersamaan, masing-masing dengan tangan kanan dan kiri. Udin yang telah memindahkan kursi rodanya ke pinggir halaman untuk mengantisipasi ‘kemungkinan terburuk’ malah tertawa. Dengan sedikit ajrut-ajrutan, mobil akhirnya berhasil dihentikan.

“Saya waktu itu butuh dua minggu untuk terbiasa. Setelah itu saya langsung berani bawa mobil dari rumah di Sawangan hingga Wisma Kyoei Prince di Sudirman. Cuma 45 menit. Tapi berangkatnya habis sholat Subuh,” kata Udin.

Sering diklakson
Udin kemudian menceritakan romantikanya bersama Corolla warna oranye itu. Keharusannya menjaga jarak aman dengan mobil di depannya sering membuat mobil di belakang tidak sabar. Tiap hari teriakan klakson dengan berbagai variasi suara menjadi santapan harian Udin.

“Orang-orang rupanya belum tahu tanda penyandang cacat yang saya pasang di belakang mobil. Saya maklum saja,” papar pegawai perusahaan kontraktor itu.

Tapi tidak semua orang belum menyadari hak-hak penyandang cacat. Wisma Kyoei Prince, di mana kantor Udin berada, menyediakan lahan parkir khusus baginya. Jika mobil-mobil lain harus naik ke gedung parkir sambil mencari tempat, Udin sudah punya tempat parkir khusus yang luas di lantai dasar. Luasnya tempat parkir memudahkan ia membongkar- pasang kursi rodanya tiap kali turun-naik mobil.

“Mal-mal besar juga sudah menyediakan tempat parkir khusus buat penyandang cacat. Bedanya di gedung tempat kantor saya berada, saya tidak perlu bayar,” ujar Udin sambil tersenyum lebar.